Deretan Fakta Memalukan Man United Setelah Liga
Deretan Fakta Memalukan Man United Setelah Liga Inggris 2023/2024 Selesai
Deretan Fakta Memalukan Man United Setelah Liga Inggris 2023/2024 Selesai – Musim 2023-2024 berakhir dengan catatan memalukan bagi raksasa Inggris, Manchester United.
Meskipun berhasil meraih kemenangan 2-0 atas Brighton & Hove Albion pada laga pamungkas, gol-gol dari Diogo Dalot dan Rasmus Hojlund tak mampu mengubah nasib buruk mereka di klasemen akhir MPOID.
Kemenangan itu hanya membawa Manchester United finish di peringkat kedelapan klasemen Liga Inggris.
Ini merupakan pencapaian terburuk sepanjang keikutsertaan mereka di era Premier League.
Sebelumnya, posisi terendah yang pernah diraih Setan Merah adalah peringkat keenam, yang terjadi pada tiga musim berbeda (2016–2017, 2018–2019, dan 2021–2022).
Sang manajer, Erik ten Hag mengakui bahwa hasil ini sangat mengecewakan bagi klub sebesar Manchester United.
Dia mengatakan telah membicarakan hal ini dengan para pemainnya dan mengakui bahwa mereka menjalani musim yang sangat sulit.
Kegagalan United untuk finis di posisi yang lebih baik, bahkan tidak lolos ke kompetisi Eropa, tentu menjadi pukulan telak.
Klub dengan sejarah gemilang seperti mereka seharusnya tidak mengalami nasib seperti ini.
Namun, performa yang tidak konsisten sepanjang musim membuat mereka terpuruk di papan tengah klasemen.
Kekalahan di sejumlah laga krusial menjadi salah satu faktor utama kegagalan United.
Mereka juga tampak kesulitan menghadapi tim-tim kecil yang bermain defensif.
Kurangnya produktivitas lini depan turut menjadi masalah besar yang menghambat langkah mereka.
Musim yang memalukan ini tentunya akan memicu evaluasi besar-besaran di kubu Manchester United.
Mulai dari rekrutan pemain baru, hingga posisi manajer Erik ten Hag sendiri berpotensi dipertanyakan jika tidak ada perbaikan signifikan pada musim depan.
Ten Hag menegaskan bahwa posisi kedelapan tidak cukup baik untuk tim seperti United, meskipun ada berbagai alasan yang bisa diajukan.
“Ini adalah Manchester United, Anda harus finis di posisi lebih tinggi, dan ini tidak cukup,” ujarnya.
Ten Hag juga membandingkan dengan dua tahun lalu, ketika United mengumpulkan 58 poin dan menempati peringkat keenam, sedangkan sekarang dengan 60 poin mereka hanya menduduki posisi kedelapan.
“Tidak cukup baik. Kami kecewa,” tambahnya.
Akibat hanya berada di posisi kedelapan, Manchester United gagal lolos ke kompetisi Eropa musim depan melalui jalur liga. Tiket Liga Champions sudah diamankan oleh Manchester City, Arsenal, Liverpool, dan Aston Villa.
Sementara itu, dua tiket lainnya menuju kompetisi Eropa diberikan kepada Tottenham Hotspur (Liga Europa) dan Chelsea (UEFA Conference League).
Keterpurukan Manchester United sejak akhir era Sir Alex Ferguson pada tahun 2013 telah menciptakan sebuah masa yang sulit bagi klub yang legendaris ini.
Kehilangan sosok ikonik tersebut telah menggiring klub ke arah yang tidak pasti, kehilangan arah dan identitas yang telah lama dibangun.
Berbagai keputusan yang salah, seperti penunjukan David Moyes sebagai pengganti Ferguson dan kebijakan transfer yang tidak efektif, semakin memperburuk situasi.
Pergantian pelatih yang sering, termasuk nama-nama seperti Louis van Gaal dan Jose Mourinho, hanya menambah ketidakstabilan.
Musim 2018/19 menjadi puncak keterpurukan, dengan performa buruk di bawah Ole Gunnar Solskjaer, ketidakharmonisan di ruang ganti, dan kurangnya visi jangka panjang klub, menyebabkan United terperosok ke papan tengah klasemen Premier League MPOID untuk pertama kalinya sejak dimulainya era tersebut pada tahun 1992.
Tidak hanya masalah di lapangan, tetapi juga ketidakpuasan fans terhadap kepemilikan klub oleh keluarga Glazer semakin memperkeruh suasana.
Protes besar-besaran menuntut pengunduran diri Glazer dan penjualan klub.
Meskipun kedatangan Erik ten Hag sebagai pelatih baru pada musim 2023/24 memberikan sedikit harapan, namun masalah internal dan performa inkonsisten masih menjadi hambatan bagi kebangkitan Setan Merah.
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap keterpurukan United meliputi kekurangan pemimpin yang visioner pasca Ferguson, kebijakan transfer yang tidak tepat, ketidakstabilan di posisi pelatih, ketidakharmonisan di ruang ganti, dan masalah finansial.