Bikin Rekor Ini tapi Liverpool Kalah!

MPO08 Bikin Rekor Ini tapi Liverpool Kalah! Ketika Liverpool datang ke Amex Stadium, publik sudah mengetahui bahwa trofi Premier League musim 2024–2025 akan kembali ke Anfield. Gelar itu dipastikan oleh The Reds pada pekan ke-34, dua laga sebelum jadwal berakhir. Namun, menjelang perjalanan ke markas Brighton & Hove Albion pada Selasa subuh, suasana yang mestinya penuh optimisme justru menjadi momen refleksi bagi skuad asuhan Juergen Klopp. Meski sudah menuntaskan dahaga gelar, performa akhir musim menunjukkan bahwa “peristiwa juara” tidak selalu diikuti penampilan gemilang di setiap pertandingan selanjutnya. Bikin Rekor Ini tapi
Alur Pertandingan: Antara Harapan dan Kenyataan
Pertandingan di Amex Stadium sejatinya dibuka dengan harapan Liverpool melanjutkan tren kemenangan. Pada babak pertama, The Reds berhasil unggul 2–1 lewat aksi Harvey Elliott (menit 12) dan Dominik Szoboszlai (menit 37). Elliott melepaskan tembakan kaki kanan dari luar kotak penalti yang tak mampu dihalau kiper Brighton, sementara Szoboszlai membuktikan ketajamannya dengan sundulan terukur di depan mulut gawang usai menerima umpan silang dari Alexander-Arnold. Brighton hanya sempat menyamakan kedudukan lewat Yasin Ayari (menit 24), yang menceploskan bola dari situasi kemelut di kotak penalti Liverpool.
Masuk babak kedua, Brighton mengubah alur pertandingan. Kaoru Mitoma (menit 56) mencatatkan gol melalui serangan balik cepat, yang memaksa bek-bek Liverpool kehilangan komposisi. Gol penentu kemenangan tuan rumah lahir dari kaki Jack Hinshelwood (menit 79), memanfaatkan umpan diagonal yang menerobos celah pertahanan tengah Liverpool. Skor akhir 3–2 mencerminkan satu sisi bahwa gelar juara bukanlah jaminan kesinambungan performa. Satu poin yang hilang bagi Liverpool bukan hanya sekadar angka, tetapi juga alarm bahwa tingkat konsentrasi harus terus dijaga meski tujuan utama telah tercapai.
Dinamisnya Momentum Usai Finalisasi Gelar Juara
Menariknya, dua dari empat kekalahan Liverpool musim ini justru datang setelah penegasan gelar pada pekan ke-34. Jika dihitung, sejak memastikan gelar juara, Liverpool mencatatkan satu hasil imbang dan dua kekalahan—yakni melawan Chelsea (1–2) dan Brighton (2–3). Penurunan performa ini menjadi bahan diskusi bersama suporter dan analis sepak bola. Ada yang menilai bahwa motivasi para pemain mengendur karena tekanan “juara” telah lepas, namun ada pula yang menyoroti rotasi skuad yang membuat ritme permainan terpecah.
Pada momen pasca-juara, Klopp memang memberi kesempatan kepada sebagian pemain pelapis untuk unjuk gigi. Sadio Mané, yang selama ini menjadi andalan lini depan, tidak diturunkan sejak menit awal saat menghadapi Brighton. Alhasil, kontribusi produktivitas gol justru datang dari nama-nama yang relatif lebih muda—seperti Elliott dan Szoboszlai. Di satu sisi, ini membuka ruang pengembangan skuat untuk musim depan, namun di sisi lain, konsistensi para pemain inti perlu dijaga agar performa tidak terlalu fluktuatif.
Rekor Premier League: Mencetak Dua Gol di 31 Laga Berbeda
Meskipun harus menelan kekalahan, Liverpool mencatatkan satu rekor bersejarah Premier League. The Reds menjadi tim pertama dalam sejarah kompetisi yang selalu mampu mencetak minimal dua gol dalam 31 pertandingan berbeda selama satu musim. Sebelumnya, catatan semacam ini hanya menjadi milik klub-klub raksasa Eropa di liga lain, tetapi belum pernah terjadi di Premier League sejak struktur kompetisi diubah pada 1992–1993.
Rekor ini bukan sekadar angka. Ia mencerminkan tajamnya lini serang Liverpool sepanjang musim—baik dari segi kreativitas maupun efektivitas penyelesaian akhir. Dari Trent Alexander-Arnold yang rajin memberi assist, Mohamed Salah yang menjadi mesin gol utama, hingga kedatangan Diogo Jota yang memberi variasi strategi, The Reds berhasil menampilkan konsistensi mencetak gol dalam berbagai situasi. Catatan 31 pesta gol ini akan menjadi tolok ukur bagi tim-tim lain yang berniat menyaingi himpunan angka Liverpool musim depan.
Rekor Internal: Dominasi di Kandang Lawan
Selain torehan di level Premier League, Liverpool juga mencatatkan rekor internal yang patut disorot. Musim ini, The Reds berhasil mencetak setidaknya satu gol dalam seluruh pertandingan tandang—fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah klub. Betapa pun getirnya situasi di markas lawan, mulai dari kunjungan ke Old Trafford, Stamford Bridge, hingga Molineux, Liverpool tidak pernah absen mempermalukan pertahanan tuan rumah dengan menembus jaring mereka. Selanjutnya, Liverpool juga menjadi satu-satunya tim yang mampu mencatatkan setidaknya satu gol di 21 pertandingan tandang beruntun.
Statistik di atas menandai satu fondasi kokoh hingga musim depan: kepercayaan diri untuk bermain agresif meski bukan dalam status sebagai tuan rumah. Dari sudut pandang analisis klub, catatan ini berarti bahwa tim tidak terlalu bergantung pada dukungan suporter di Anfield, melainkan mengandalkan kualitas permainan itu sendiri—baik dalam penempatan posisi, pemilihan timing operan, maupun penyelesaian akhir di kotak penalti lawan.
Apa Makna Rekor Bagi Perjalanan Liverpool Selanjutnya?
Rekor Premier League dan pencapaian kandang lawan ini bukan semata-mata angka di lembar statistik. Ia menjadi salah satu pijakan bagi skuad Klopp untuk merancang target ambisius musim depan: mempertahankan gelar Premier League dan berbenah di kompetisi Eropa. Dalam konferensi pers pascakedua kekalahan, Klopp menegaskan bahwa rekor gol menunjukkan bahwa skuadnya tidak kehilangan naluri menyerang, meski perlu evaluasi soal mentalitas bertahan ketika unggul skor. Pelajaran dari Brighton menjadi pengingat keras bahwa detail kecil—seperti transisi pertahanan terhadap serangan balik lawan—bisa memengaruhi hasil akhir. Bikin Rekor Ini tapi
Tak hanya itu, Rekor 31 pertandingan dengan minimal dua gol memperlihatkan kedalaman skuat musim ini. Dengan rentetan cedera yang silih berganti menimpa bek dan gelandang, Liverpool tetap dapat memasok gol secara merata. Nama-nama seperti Curtis Jones, Stefan Bajčetić, dan Fabio Carvalho yang tampil menggantikan bintang utama memberikan gambaran bahwa regenerasi terjadi dengan baik. Sehingga, musim depan pun mereka memiliki stok pemain berkualitas yang siap tampil di berbagai kompetisi.
Akhir kata, kekalahan di Amex Stadium memang menutup akhir musim dengan sedikit kekecewaan. Namun, di balik kekecewaan itu, Liverpool mencatatkan prestasi yang akan dikenang: rekor gol Premier League dalam satu musim serta dominasi di laga tandang. Dua catatan ini menjadi bukti bahwa perjalanan meraih gelar tidaklah mulus tanpa adanya momen refleksi—dan dari refleksi itulah mereka bisa bangkit lebih kuat.